Differential Thermal Analysis

I.         Pengertian Thermal Analysis

Thermal analysis merupakan teknik untuk mengkarakterisasi sifat material yang dipelajari berdasarkan respon material tersebut terhadap temperatur. Untuk menentukan sifat termo-fisiknya metode yang biasa digunakan salah satunya adalah differential thermal analysis (DTA). Dalam bidang metalurgi dan ilmu material kegunaan dari DTA ini adalah untuk mempelajari transisi fasa yang terjadi dibawah pengaruh atmosfer, temperatur, laju pemanasan atau pendinginan.[1]

 

II.      Pengertian Differential Thermal Analysis (DTA)

Differential thermal analysis adalah analisis termal yang menggunakan referensi sebagai acuan perbandingan hasilnya, material referensi ini biasanya material inert. Sampel dan material referensi dipanaskan secara bersamaan dalam satu dapur. Perbedaan temperatur sampel dengan temperatur material referensi direkam selama siklus pemanasan dan pendinginan.[1]

 Gambar 1. Alat DTA

DTA melibatkan pemanasan atau pendinginan dari sampel pengujian dan sampel referensi dibawah kondisi yang identik saat dilakukan perekaman dalam berbagai perbedaan temperatur antara sampel dan referensi. Perbedaan temperatur ini lalu di plot berdasarkan waktu atau temperatur.[2]

Differential temperatur juga dapat meningkat diantara dua sampel inert saat respon mereka ke perlakuan panas yang diberikan tidak identik. DTA digunakan untuk studi sifat termal dan perubahan fasa yang tidak mengakibatkan perubahan entalpi. Hasil pengujian DTA ini merupakan kurva yang menunjukkan diskontinuitas pada temperatur transisi dan kemiringan kurva pada titik tertentu akan tergantung pada konstitusi mikrostruktur sampel pada temperatur tersebut.[2]

Kurva DTA secara garis besar adalah kurva perbedaan temperatur antara material sampel dengan material referensi. Kurva DTA dapat digunakan sebagai finger print untuk tujuan identifikasi. Area dibawah peak kurva DTA dapat diidentifikasi sebagai perubahan entalpi dan tidak dipengaruhi oleh kapasitas panas sampel.[2] Pada Gambar 1 ditunjukkan contoh kurva DTA dari perak murni

Gambar 2. Temperatur sampel dan sampel referensi (a) sinyal DTA berdasarkan temperatur dan waktu[2]

DTA banyak digunakan untuk mengkarakterisasi sampel yang terbuat dari clay atau material karbonat. Keterbatasan dari DTA ini adalah sensitivitasnya yang cukup rendah. Seperti contoh pada Gambar 2, peak kurva DTA dari mineral limonite yang ditunjukkan hanya satu, hal ini diakibatkan oleh kecilnya kuantitas panas yang dikeluarkan sehingga sulit untuk dideteksi.[1]

 

Gambar 3. Kurva pemanasan DTA pada mineral limonite[1]

Meskipun begitu, kurva DTA dapat merekam transformasi apakah panas didalam chamber itu diserap atau dikeluarkan. DTA sangat membantu untuk memahami hasil dari XRD, analisis kimia dan mikroskopi. Keuntungan dari DTA adalah :

  • dapat menentukan kondisi eksperimental sampel (baik dengan tekanan tinggi atau vakum)
  • instrument dapat digunakan dalam temperatur tinggi
  • karakteristik transisi dan reaksi pada temperatur tertentu dapat dideteksi dengan baik[3]

DTA juga dapat digunakan untuk menghitung ukuran kuantitatif seperti pengukuran entalpi. DTA dapat mendeteksi perubahan yang instan pada massa sampel.[1] Perhitungan entalpi oleh DTA adalah dengan menggunakan metode perbedaan massa seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 2.

Karena DTA mengijinkan sampel mengalami kehilangan berat saat pengukuran, DTA sangat berguna untuk material dengan dekomposisi yang cukup intensif seperti elastomer, material eksotermik, dll.[1] Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengujian DTA :

  • Berat sampel
  • Ukuran partikel
  • Laju pemanasan
  • Kondisi atmosfir
  • Kondisi material itu sendiri[3]

Jadi dapat didefinisikan kalau DTA adalah teknik untuk merekap perbedaan temperatur antara sampel material dengan material referensi terhadap waktu atau temperatur, dimana kedua spesimen diperlakukan dibawah temperatur yang identik didalam lingkungan pemanasan atau pendinginan pada laju yang dikontrol.[2]

 

III.   Prinsip Kerja

Alat-alat yang digunakan dari DTA kit adalah sebagai berikut :

  • Sample holder beserta thermocouples, sample containers dan blok keramik atau logam.[2] Yang banyak digunakan adalah Al2O3[1]
  • Furnace (dapur): furnace yang digunakan harus stabil pada zona panas yang besar dan harus mampu merespon perintah dengan cepat dari temperatur programmer
  • Temperature programmer: penting untuk menjaga laju pemanasan agar tetap konstan
  • Sistem perekaman (recording)[2]

Sample holder terdiri dari thermocouple yang masing-masing terdapat pada material sampel dan reference. Thermocouple ini dikelilingi oleh sebuah blok untuk memastikan tidak ada kebocoran panas. Sampel ditaruh di kubikel kecil dimana bagian bawahnya dipasangkan thermocouple.[2] Thermocouple diletakkan langsung berkontakan dengan sampel dan material referensi.[3] Gambar 4 menunjukkan skematis dari DTA kit yang digunakan untuk mengkarakterisasi sampel.

 

Gambar 4. Gambar skematis sel DTA[2]

Blok logam cenderung lebih bagus dibandingkan dengan keramik, karena keramik mengandung banyak porositas. Namun di lain hal, konduktivitas thermal mereka terlalu tinggi sehingga peaks yang ditimbulkan oleh kurva DTA lebih rendah.[1]

Pemasangan sampel diisolasi dari pengaruh listrik dapur dengan semacam pembungkus yang biasanya terbuat dari platinum-coated ceramic material. Selama eksperimen temperatur yang digunakan sampai 1500°C dengan laju pemanasan dan pendinginan 50 K/menit.[1] DTA dapat mencapai rentang temperatur dari -150-2400°C. Dapur crucible dibuat dari tungsten atau grafit. Sangat penting untuk menggunakan atmosfer inert untuk mencegah degradasi dari dapur crucible.[1]

Tahap kerja DTA adalah sebagai berikut :

  • Memanaskan heating block
  • Ukuran sampel dengan ukuran material referensi sedapat mungkin identik dan dipasangkan pada sampel holder
  • Thermocouple harus ditempatkan berkontakan secara langsung dengan sampel dan material referensi
  • Temperatur di heating block akan meningkat, diikuti dengan peningkatan temperatur sampel dan material referensi
  • Apabila pada thermocouple tidak terdeteksi perbedaan temperatur antara sampel dan material referensi, maka tidak terjadi perubahan fisika dan kimia pada sampel. Apabila ada perubahan fisika dan kimia, maka akan terdeteksi adanya ΔT.

 

IV.     Jenis – jenis Differential Thermal Analysis (DTA)

IV.1 Mikro DTA (µ-DTA)

Mikro DTA dikembangkan untuk meningkatkan sensitivitas DTA klasik yang kurang mampu mendeteksi sampel dengan berat yang ringan. Sampel untuk pengujian mikro DTA hanya sekitar 50µg dengan tekanan yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi sampel.[1]

Mikro DTA terdiri dari dua plat mikro yang terpasang dengan dua heater (Gambar 3) untuk memastikan distribusi temperatur pada sistem merata. Pembasahan dari permukaan membran sangat penting untuk mengoptimalkan karakteristik yang memastikan transfer panas yang optimal. Thermistor TiW digunakan untuk mengukur temperatur dan terletak dibawah spesimen. Salah satu membran digunakan sebagai material referensi.[1]

Gambar 5. Skema dari µ-DTA. Mikrograf optik dari membrane dengan pemanas inner dan outer polisilikon dan termistor TiW yang terletak di tengah (a) Skematik penampang melintang dari membrane (b)[1]

Kerugian dari metode ini adalah ketidakmampuannya untuk memproses logam karena logam memilik specific surface tension yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan oksidasi yang tinggi pada sampel. Sistem µ-DTA ini tidak boleh dalam atmosfer oksidasi. Rentang temperatur yang biasa digunakan berkisar -45°C sampai 120°C, sedangkan laju pendingian dan pemanasannya sampai 2K/menit (lebih rendah dari DTA klasik). Serta tekanan yang mampu diaplikasikan pada sistem hanya maksimal 1 bar.[1]

 

IV.2. High Pressure DTA (HP-DTA)

Evaporasi yang berlebihan dapat mengurangi massa sampel dan mengubah komposisi kimia. Hal tersebut dapat menyebabkan kesalahan pengukuran. Untuk mempelajari termodinamika sampel yang berdasarkan perbedaan tekanan gas, digunakan HP-DTA. Komponen sistem DTA klasik dapat terdekomposisi jika tekanan gas (biasanya menggunakan gas argon) yang tidak mendekati kondisi sintesa. Rentang tekanan yang digunakan pada HP-DTA mampu mencapai ratusan bar dengan rentang temperatur -150°C sampai 600°C. Laju pemanasan dan pendinginan sampai 50K/menit dengan tekanan maksimum 150 bar.[1]

Untuk  mengetahui perubahan temperatur leleh akibat tekanan dapat dideteksi pada kurva DTA. Perhitungan untuk perubahan entalpi leleh bisa dihitung dengan Persamaan 1 berikut

Dimana ΔHm adalah entalpi leleh, ΔVm adalah perbedaan volume diantara solid dan liquid, dP adalah perbedaan tekanan dan dTm adalah perbedaan temperatur leleh.[1]

 

V.        Interpretasi Data

Kurva DTA mungkin terdiri dari garis linear yang terdisplaced pada absisnya. Hal ini dikarenakan akibat kapasitas panas dan konduktivitas termal dari sampel dan referensinya tidak identik. Terdapat banyak kesulitan dalam menentukan temperatur transisi dengan kurva DTA. Peak pada kurva DTA hanya memberikan temperatur-start, namun mungkin saja terdapat temperatur yang tertinggal tergantung lokasi thermocouple pada blok DTA. Area peak, yang dilambangkan oleh huruf A, berhubungan dengan perubahan entalpi pada sampel[2]. Persamaan A ditunjukkan oleh Persamaan 2 berikut :

Dimana m adalah massa sampel, q adalah perubahan entalpi per unit massa, g adalah factor pengukuran bentuk dan K adalah konduktivitas thermal sampel. Pada sampel berpori atau hasil kompaksi, keberadaan gas pada pori dapat mengubah konduktivitas thermal dan dapat mengakibatkan kesalahan besar pada A.

DTA juga dapat digunakan untuk mengukur kapasitas panas (Cp) pada tekanan konstan yang ditunjukkan pada Persamaan 3.

Dimana T1 adalah kondisi temperatur dimana tidak ada sampel didalam chamber dan T2 adalah kondisi dimana sampel berada dalam posisinya. H adalah laju pemanasan dan konstanta K ditentukan oleh kalibrasi terhadap standar[2].

 

VI.     Aplikasi

Karakterisasi dengan menggunakan DTA banyak dilakukan oleh banyak peneliti karena perbedaan karakteristik material terhadap perilaku panas yang unik. Misalnya pada penelitian yang telah dilakukan oleh A. Schilling dan M. Reibeltl, DTA memiliki kegunaan untuk mengukur variasi entropi.[4] Differential-thermal analysis (DTA) banyak digunakan pada bidang kimia dan material untuk mengetahui termodinamika dari sebuah reaksi dan transisi fasa.[5] Pada banyak kasus, pengukuran metode DTA digunakan untuk mengetahui secara kualitatif sifat termodinamika suautu material di atas temperature.[6]

Pada penelitian yang dilakukan oleh Grega Klancnik dkk, differential-thermal analysis (DTA) digunakan untuk mengetahui sifat termodinamika, dimana sifat tersebut akan dapat memberitahui mengenai perilaku material pada proses pemanasan yang berbeda, pada kondisi inert atau tidak, lingkungan oksidasi atau reduksi serta pada tekanan gas yang berbeda.[7]

Differential Thermal Analysis (DTA) adalah suatu teknik di mana suhu dari suatu sampel dibandingkan dengan material inert. Suhu dari sampel dan pembanding pada awalnya sama sampai ada kejadian yang mengakibatkan perubahan suhu seperti pelelehan, penguraian, atau perubahan struktur kristal sehingga suhu pada sampel berbeda dengan pembanding. Bila suhu sampel lebih tinggi daripada suhu pembanding maka perubahan yang terjadi adalah eksotermal, dan endotermal bila sebaliknya.[8] Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Djulia Onggo dan Hamzah Fansuri, ternyata DTA juga dapat digunakan untuk menentukan aktivitas dan suhu di mana reaksi oksidasi CO mulai terjadi dengan adanya katalis.[9]

DTA dapat digunakan untuk mengidentifikasi sidik jari (finger print), namun pada aplikasinya DTA lebih banyak digunakan untuk menentukan diagram fasa, pengukuran perubahan panas dan dekomposisi pada tingkat atmosphere yang berbeda. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Jiaqian Qin dkk yang menggunakan metode DTA untuk mendeteksi temperatur dekomposisi fasa dan kestabilan thermal pada material Ti2AlC dalam keadaan tekanan tinggi yaitu pada tekanan hydrostatik sampai dengan 5 Gpa.[10] Penggunaan DTA juga dilakukan pada penelitian oleh Zhiqiang Zhang dkk untuk mencari mekanisme rekasi yang terjadi pada sistem Fe-Ti-B4C. Pada penelitian tersebut, data yang dihasilkan oleh DTA akan dibandingkan dengan semua kemungkinan reaksi yang dapat terjadi, sehingga ditemukan reaksi yang terjadi pada sistem tersebut.[11] Selain itu, DTA juga telah secara luas digunakan pada bidang farmasi[12] dan industry makanan.[13][14][15][16]

DTA juga banyak digunakan untuk menentukan temperatur sintering dan dipadukan dengan thermo-gravimetrical analysis (TGA) dapat menentukan atmosfir yang digunakan untuk cukup melindungi proses sintering.[17] Alat tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan kinetika reaksi, termasuk kinetika kristalisasi dari paduan Fe-B amorf.[18] Dengan menggunakan DTA, mekanisme reaksi dari alumunium borat dengan alumunium nitrid[19] dan mekanisme oksidasi dari material keramik (seperti AlN-TiB2-TiSi2)[20] dapat diketahui. Secara umum, DTA digunakan untuk karakterisasi intermatelik.[21]

DTA juga digunakan pada ilmu kimia dari pencampuran bahan baku cement,[22] penelitian mineralogi[23] dan studi mengenai lingkungan.[24] Seain itu DTA juga dapat digunakan untuk mengetahui umur dari fossil yang ditemukan[25] atau untuk studi material archeological.[26][27]


 REFERENSI

  1. Grega Klančnik, Jožef Medved, Primož Mrvar. 2009. Differential thermal analysis (DTA) and differential scanning calorimetry (DSC) as a method of material investigation. RMZ – Materials and Geoenvironment, Vol. 57, No. 1, pp. 127–142, 2010.
  2. H. K. D. H. Bhadeshia. Thermal Analysis Techniques. University of Cambridge, Materials Science & Metallurgy.
  3. Shaise Jacob, Differential Thermal Analysis (DTA), Nirmala College of Pharmacy India.
  4. Schilling A. and M. Reibelt. “Low-temperature differential-thermal analysis to measure variations in entropy”. Zurich. 2007.
  5. For a review, see, e.g., Differential Thermal Analysis. Academic, London. 1972.
  6. Schilling A. and O. Jeandupeux, Phys. Rev. B 52, 9714. 1995.
  7. Klancnik Grega, Jozef Medved and Primoz Mrvar. “Differential thermal analysis (DTA) and differential scanning calorimetry (DSC) as a method of material investigation”. Slovenia. 2009.
  8. West , A.R., “Solid State Chemistry and Its Applicatkation”, John Wiley and Sons, Singapore, p. 104, 1984.
  9. Onggo, Djulia dan Hamzah Fansuri. “Penggunaan Differential Thermal Analysis (DTA) Pada Penentuan Aktivitas Dan Reaktivitas Katalis Fe2O3, Co3O4, NiO, CuO, dan LaMO3 (M=Fe, Co, dan Ni) Untuk Oksidasi CO Menjadi CO2”. Bandung. 1999.
  10. Qin Jiaqian, He Duanwei, Lei Li, Pei An, Fang Leiming, Li Youngjun, Wang Fulong, Kou Zili. “Differential thermal analysis study of phase segregation of Ti2AlC under high pressure and high temperature”. Journal of Alloys and Compounds 476 (2009) L8–L10.
  11. Zhang Zhiqiang, Shen Ping, Jiang Qichuan. “Differential thermal analysis (DTA) on the reaction mechanism in Fe–Ti–B4C system”. Journal of Alloys and Compounds 463 (2008) 498–502.
  12. Ferrer S., Borrás J., Martín Gil J. and Martín Gil F.J. “Thermal studies on sulphonamide derivative complexes”. Thermochim. Acta, 1989, 147, 321 330; 1989, 153, 205 220; 1991, 185, 315 333.
  13. Berger K.G., Akehurst E.E. “Some applications of differential thermal analysis to oils and fats”. International Journal of Food Science & Technology, 1966, 1, 237–247.
  14. Ramos Sánchez M.C., Rey F.J., Rodríguez M.L., Martín Gil F.J. and Martín Gil J. “DTG and DTA studies on typical sugars”. Thermochim. Acta, 1988, 134, 55 60.
  15. F.J. Rey, M.C. Ramos-Sánchez, M.L.Rodríguez, J. Martín-Gil, F.J. Martín-Gil. “DTG and DTA studies on sugar derivatives”. Thermochim. Acta, 1988, 134, 67 72.
  16. Rodríguez Méndez M.L., Rey F.J., Martín Gil J. and Martín Gil F.J. “DTG and DTA studies on amino acids”. Thermochim. Acta, 1988, 134, 73 78.
  17. J. Abenojar, F. Velasco ,M. A. Martınez, J. Mater. Proc. Tech. 143 (2003) 28–33.
  18. M. Matsuura, Solid State Commun. 30 (1979) 231–233.
  19. G. J. Zhang, J. F. Yang, M. Ando, T. Ohji, S. Kanzaki, Acta Mater. 52 (2004) 1823 – 1835.
  20. V. A. Lavreko, J. Desmaison, A. D. Pansyuk, M. Desmaison-Brurt, J. Eur. Ceram. Soc. 23 (2003) 357 – 369.
  21. J. S. C. Jang, L. J. Chang, Intermetallics 10 (2002) 967–977.
  22. Ramachandran V.S. “Applications of differential thermal analysis in cement chemistry”. Chap. V, Chemical Publishing Co., Inc., New York (1969), 92.
  23. Smykatz-Kloss W. “Application of differential thermal analysis in mineralogy”. J. Therm. Anal. Cal., 1982, 23, 15-44.
  24. Smykatz-Kloss W., Heil A, Kaeding L. and Roller E. “Thermal analysis in environmental studies”. In: Thermal analysis in Geosciences. Springer Berlin / Heidelberg, 1991.
  25. Villanueva, PrE, Girela F. y Castellanos M. “The application of differential thermal analysis and thermogravimetric analysis to dating bone remains”. Journal of Forensic Sciences, 1976, 21,
  26. Misiego-Tejeda J.C., Marcos-Contreras G.J., Sarabia Herrero F.J., Martín Gil J. and Martín Gil F.J. “Un horno doméstico de la primera Edad del Hierro de “El Soto de Medinilla” (Valladolid) y su análisis por ATD”. BSAA (University of Valladolid) 1993, LIX, 89 111.
  27. Kingery W.D. “A note on the differential thermal analysis of archaeological ceramics”. Archaeometry, 1974, 16, 109–112.